Peralihan Hak Atas Rumah Kpr Melalui Jual Beli Di Bawah Tangan
Author | Sonang Nimrot Jewel |
Position | Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang |
Pages | 105-122 |
105
ULJ 2 (2) (2013)
UNNES LAW JOURNAL
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ulj
Peralihan Hak Atas Rumah KPR melalui Jual Beli
di Bawah Tangan
Sonang Nimrot Jewel
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang, Indonesia
Info Artikel
________________
Sejarah Artikel:
Diterima Agustus 2013
Disetujui September 2013
Dipublikasikan Oktober
2013
________________
Keywords:
Transfer of rights, Purchase,
under the Hand
____________________
Abstrak
___________________________________________________________________
Jual beli dal am Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1457 adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah
dijanjikan. Jual beli tanah merupakan perbuatan hukum yang menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 wajib
dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), tetapi dalam faktanya, masih sering ditemui jual beli yang
dilakukan dibawah tangan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis status peralihan hak atas rumah KPR melalui jual
beli yang dilakukan dibawah tangan; dan penyelesaian masalah hukum yang dapat dilaku kan oleh pembeli agar jual beli
rumah dibawah tangan dapat mempunyai kepastian hukum. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif
dengan pendekatan yuridis s osiologis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jual beli y ang dilakukan dilakukan di bawah
tangan tetap sah asalkan akta dibua t oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang menurut ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Selain itu, jual beli yang dilakukan tetap sah juga
karena telah memenuhi ketentuan Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Pasal 1320 tentang syarat sahnya perjanjian.
Adapun penyelesaian masalah yang dapat dilakukan oleh pembeli, agar jual beli rumah dibawah tangan dapat mempunyai
kepastian hukum adalah dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri yang akan memberikan kepastian hukum
kepada penggugat sebagai pemilik sah tanah dan bangunan.
Abstract
_________________________________________________
Buying and selling in the Indonesian Civil Law section 1457 is defined as an agreement by whic h the parties bound themselves
to submit the material, and the other party to pay the price that has been promised. Buying and selling land is a legal act
according to Government Regulation No. 24 oyear 1997 shall be conducted before a Land Deed Offic ial (PPAT), but in fact, is
still frequently found in buying and selling is done under hand. This study aims to analyze the status of the right to mortgage
the house through the sale and purchase under the hand, and the com pletion of the legal issues that could be done by the buyer
to purchase the home under the arm may have legal certainty. This study uses qualitative research methods with the socio-
juridical approach. The results of this study indicate that the sale was made under the hand remains valid as long as the deed
made by a Land Deed Official (PPAT) is authorized under the provisions of Government Regulation No. 24 year 1997 on
Land Registration. In addition, the sale and purchase remains v alid also for complianc e with the provisions of the Civil L aw
Section 1320 of the validity of the ag reement terms. As for the resolution of issues that can be done by the buyer, so that b uying
and selling homes can have a hand under the rule of law is to file a lawsuit to the District Court which will give legal certainty
to the plaintiff as the rightful owners of the land and building .
© 2013 Universitas Negeri Semarang
Alamat korespondensi:
Gedung C4 Lantai 1 FH Unnes
Kampus Sekaran, Gunung Pati, Semarang, 50229
E-mail: fh@unnes.ac.id
ISSN 2252-6536
Sonang Nimrot Jewel / Unnes Law Journal 2 (2) (2013)
106
PENDAHULUAN
Jual beli menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Pasal 1457 adalah suatu
perjanjian dengan mana pihak yang sa tu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu
kebendaan, dan pihak yang lain untuk
membayar harga yang telah dijanjikan.
Perkataan jual beli menunjukan bahwa dari satu
pihak perbuatan dinamakan penjual, sedangkan
dari pihak yang lain dinamakan pembeli. Istilah
yang mencakup dua perbuatan yang bertimbal
balik itu adalah sesuai dengan istilah belanda
koop en verkoop yang juga mengandung
pengertian bahwa pihak yang satu verkoopt
(menjual) sedangkan yang lainnya menjual koop,
membeli dalam Bahasa Inggris jual beli disebut
dengan hanya sale saja yang berarti penjualan
(hanya dilihat dari sudutnya si penjual ), begitu
pula dalam Bahasa Perancis disebut hanya
dengan vente yang juga berarti penjualan,
sedangkan dalam bahasa jerman dipakainya
perkataan kauf yang berarti pembeli.Barang yang
menjadi objek perjanjian jua l beli harus cukup
tertentu, setidaknya dapat ditentukan wujud dan
jumlahnya pada saat akan diserahkan hak
miliknya kepada si pe mbeli. Dengan demikian
adalah sah menurut hukum misalnya jual beli
mengenai panenan yang a kan diperoleh pada
suatu waktu dari bidang tanah tertentu (R.
Subekti, 1984:1-2).
Dalam asas konsensualitas
memperlihatkan pada kita semua, bahwa pada
dasarnya suatu perjanjian yang dibuat secara
lisan antara dua atau lebih orang telah mengikat
dan karenanya telah melahirkan kewajiban bagi
salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian
tersebut, segera setela h orang-orang tersebut
mencapai kesepakatan atau concencus, meskipun
kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan
semata-mata. Ini berarti pada prinsipnya
perjanjian yang mengikat dan berlaku sebagai
perikatan bagi pa ra pihak yang berjanji tidak
memerlukan formalitas walau demikian, untuk
menjaga kepentingan pihak debitor (atau yang
berkewajiban memenuhi prestasi) diadakanlah
bentuk-bentuk formalitas , atau dipersyaratkan
adanya suatu tindakan nyata tertentu. Syarat
sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur
dalam ketentuan pasal 1320 KUHPer yai tu :
(Kartini Muljadi;Gunawan Widjaja, 2004:34-35)
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Cakap untuk membuat perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab atau causa yang halal.
Dari apa yang diuraikan pada Pasal 1457
tersebut, maka dapatlah ditarik suatu
kesimpulan yaitu bahwa jual beli adalah suatu
perjanjian konsensuil, artinya ia sudah dilahirkan
sebagai suatu perjanjian yang sah (mengikat
atau mempunyai kekuataan hukum) pada detik
tercapainya sepakat penjual dan pembeli
mengenai unsur-unsur yang pokok (essentialia)
yaitu barang dan harga, biarpun jual beli itu
mengenai barang yang tak bergerak. Sifat
konsensuil jual beli ini ditegaskan dalam Pasal
1458 KUH-Perdata yang b erbunyi: “Jual beli
dianggap telah terjadi kedua bela h pihak
sewaktu mereka telah mencapai sepakat tentang
barang dan harga meskipun barang itu belum
diserahkan maupun harganya belum dibayàr”.
(Subekti, 1996:80).
Pasal 1320 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata menentukan empat syarat
sahnya perjanjian, dan salah satunya adalah
adanya kesepakatan. Kesepakatan adalah
pernyataan kehendak antara satu orang atau
lebih dengan pihak lain. Kapan mom entum
terjadinya persesuaian pernyataan kehen dak
tersebut, dapat dijelaskan melalui empat teori
yaitu: (Wawan Muhwan Hariri, 2011:123)
a. Teori ucapan (uitingstheorie)
Menurut teori ucapan, kesepakatan
(toesteming) terjadi pada saat pihak yang
menerima penawaran menyatakan bah wa ia
menerima penawaran tersebut. Jadi, dilihat dari
pihak yang menerima yaitu pada saat baru
menjatuhkan ballpoint untuk menyatakan
menerima, kesepakatan sudah terjadi.
Kelemahan teo ri ini adalah sangat teoretis
karena sanggup menganggap. Terjadinya
kesepakatan secara otomatis.
b. Teori pengiriman (verzendtheorie)
Menurut teo ri peng iriman, kesepakatan
terjadi apabila pihak yang m enerima penawaran
mengirimkan teleg ram. Kritik terhadap teori ini
To continue reading
Request your trial